Meski keadaan baik-baik saja, gw ga boleh
sampe terbawa suasana. Memang, sejak gw mengajar lagi setelah liburan kenaikan
kelas anak-anak itu, sikap Mr. J sedikit berubah. Dia jadi lebih ramah dan
lebih sering nyapa gw dibandingkan sebelumnya yang seringnya hanya berdiam diri
di kamarnya. Semua itu dia lakukan untuk sekedar menghargai gw sebagai guru
keponakan-keponakannya, itu aja. Meski gw sudah berusaha untuk melupakan dia,
mengabaikan perasaan gw, dan memperingatkan diri setiap hari bahwa kita
berbeda, ga ada yang berubah dari perasaan gw. Semua masih sama, meski gw lebih
siap jika suatu hari harus melepaskan dia. Serius?. Lebih siap melepaskan bukan
berarti benar-benar siap melepaskan. Hanya saja, gw berusaha untuk bisa lebih
kuat menghadapinya. Semoga saja.
Gw belajar dari kejadian-kejadian
sebelumnya, dimana saat gw sedang benar-benar mencintai seseorang, disaat itulah
patah hati terjadi. Di saat itulah, gw jatuh dan terpuruk karena ga pernah
terfikir di benak gw bahwa itu akan terjadi. Tapi saat ini, gw benar-benar
sadar bahwa kehilangan itu bisa terjadi kapan saja. Setiap hari, gw seperti
harus mengatakan pada diri sendiri, “Cim... lo mencintai orang yang belum tentu
mencintai lo. Dan kalaupun memang benar dia suka sama lo, itu hanyalah perasaan
suka atau kagum, bukan cinta. Dan... bagaimanapun juga, kalian ga akan pernah
bisa bersama karena... berbeda agama.”
Saat mengatakan itu, rasanya gw seperti
menikam hati gw sendiri setiap hari. Iya, bagaimanapun juga, kita berbeda.
Sedalam apapun rasa cinta gw terhadap dia, gw ga mungkin menikah dengan orang
yang berbeda agama. Tetap, itu yang paling harus dipertimbangkan. Sekuat apapun
gw mempertahankan perasaan gw dan memperjuangkannya, semua akan sia-sia pada
akhirnya. Semua akan berakhir pada... perpisahan. Ah, sesungguhnya,
dibandingkan dengan kebahagiaan yang didapat karena mencintai seseorang, gw
lebih berharap bahwa gw ga pernah jatuh cinta sama dia, karena rasa sakit akibat
patah hati itu lebih buruk akibatnya dibandingkan kebahagiaan karena jatuh
cinta.
Kadang, gw masih ga bisa menerima takdir.
Setelah gw sadar, gw memohon ampun. Kemudian gw ga terima lagi, dan istighfar
lagi, begitu terus. Ya Allah, maafkan hamba-Mu ini. Cim... ini ujian buat lo.
Lo harus terima meski berat. Meski lo membenci ini, semuanya sudah terjadi. Gw hanya harus menerima dan mempersiapkan diri
untuk melepaskan lagi. Mungkin, suatu hari nanti, gw sudah ga mampu lagi untuk
memberikan alasan ke orang tua gw dan akhirnya menuruti keinginan mereka untuk
menikah meski gw belum move on dari Mr. J. Berat memang, tapi, gw bisa apa?. Gw
cuma bisa pasrah sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar