Mimpi mempunyai kedudukan yang agung dalam Islam. Bagaimana
tidak, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menjadikannya sebagai
isyarat akan datangnya kabar gembira. Bahkan dalam hadits yang lain beliau
shallallahu alaihi wasallam telah bersabda: الرُّؤْيَا
الْحَسَنَةُ مِنْ الرَّجُلِ الصَّالِحِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا
مِنْ النُّبُوَّةِ “Mimpi baik
yang berasal dari seorang yang saleh adalah satu bagian dari 46 bagian
kenabian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Menjelaskan hadits yang semakna dengan di atas,
Asy-Syaikh Muhammad Al-Utsaimin rahimahullah berkata, ”Makna sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: رُؤْيَا
الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِيْنَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ adalah
apa yang diimpikan seorang mukmin akan terjadi dengan benar, karena mimpi tersebut merupakan permisalan
yang dibuat bagi orang yang bermimpi. Terkadang mimpi itu adalah berita tentang
sesuatu yang sedang atau akan terjadi kemudian sesuatu itu benar terjadi persis
seperti yang diimpikan.
Dengan demikian, dari sisi ini mimpi diibaratkan seperti
nubuwwah dalam kebenaran apa yang ditunjukkannya, walaupun mimpi berbeda dengan
nubuwwah. Karena itulah mimpi dikatakan satu dari 46 bagian nubuwwah. Kenapa
disebut 46 bagian, karena hal ini termasuk perkara tauqifiyyah (yang ditetapkan
hanya dengan wahyu). Tidak ada yang mengetahui hikmahnya sebagaimana halnya
bilangan-bilangan rakaat dalam shalat.
Adapun ciri orang yang benar mimpinya adalah seorang
mukmin yang jujur, bila memang mimpinya itu mimpi yang baik/bagus. Jika
seseorang dikenal jujur ucapannya ketika terjaga, ia memiliki iman dan takwa,
maka secara umum mimpinya benar. Karena itulah, hadits ini pada sebagian
riwayatnya datang dengan menyebutkan adanya syarat, yaitu mimpi yang baik/bagus
dari seorang yang shalih. Dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: أَصْدَقُهُمْ
رُؤْيًا أَصْدَقُهُمْ حَدِيْثًا “Orang yang
paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur ucapannya.” Akan
tetapi, perlu diketahui di sini bahwa mimpi yang dilihat seseorang dalam
tidurnya itu ada tiga macam: Pertama: Mimpi yang benar lagi baik. Inilah mimpi
yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu dari 46
bagian kenabian. Secara umum, mimpinya itu tidak terjadi di alam nyata. Namun
terkadang pula terjadi persis seperti yang dilihat dalam mimpi. Terkadang
terjadi di alam nyata sebagai penafsiran dari apa yang dilihat dalam mimpi.
Dalam mimpi ia melihat satu permisalan kemudian ta’bir
dari mimpi itu terjadi di alam nyata namun tidak mirip betul. Contohnya seperti
mimpi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa waktu sebelum terjadi perang
Uhud. Beliau mimpi di pedang beliau ada rekahan/retak dan melihat seekor sapi
betina disembelih. Ternyata retak pada pedang beliau tersebut maksudnya adalah
paman beliau Hamzah radhiyallahu ‘anhu akan gugur sebagai syahid. Karena
kabilah (kerabat/keluarga) seseorang kedudukannya seperti pedangnya dalam
pembelaan yang mereka berikan berikut dukungan dan pertolongan mereka terhadap
dirinya. Sementara sapi betina yang disembelih maksudnya adalah beberapa
sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum akan gugur sebagai syuhada karena pada sapi
betina ada kebaikan yang banyak, demikian pula para sahabat radhiyallahu
‘anhum. Mereka adalah orang-orang yang berilmu, memberi manfaat bagi para hamba
dan memiliki amal-amal shalih.
Kedua: Mimpi yang dilihat seseorang dalam tidurnya
sebagai cermin dari keinginannya atau dari apa yang terjadi pada dirinya dalam
hidupnya. Karena kebanyakan manusia mengimpikan dalam tidurnya apa yang menjadi
bisikan hatinya atau apa yang memenuhi pikirannya ketika masih terjaga (belum
tidur) dan apa yang berlangsung pada dirinya saat terjaga (tidak tidur). Mimpi
yang seperti ini tidak ada hukumnya.
Ketiga: Gangguan dari setan yang bermaksud
menakut-nakuti seorang manusia, karena setan dapat menggambarkan dalam tidur
seseorang perkara yang menakutkannya, baik berkaitan dengan dirinya, harta,
keluarga, atau masyarakatnya. Hal ini dikarenakan setan memang gemar membuat
sedih kaum mukminin sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ
لِيَحْزُنَ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلاَّ بِإِذْنِ
اللهِ “Sesungguhnya
pembicaraan rahasia itu dari setan, dengan tujuan agar orang-orang beriman itu
bersedih hati, padahal pembicaraan itu tidaklah memberi mudharat sedikitpun
kepada mereka kecuali dengan izin Allah” (Q.S
Al-Mujadilah: 10)
Setiap
perkara yang dapat menyusahkan seseorang dalam hidupnya dan mengacaukan
kebahagiaan hidupnya merupakan target yang dituju oleh setan. Ia sangat
bersemangat untuk mewujudkannya, baik orang yang hendak diganggunya itu tengah
terjaga atau sedang larut dalam mimpinya. Karena memang setan merupakan musuh
sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ
عَدُوًّا “Sesungguhnya
setan itu merupakan musuh bagi kalian maka jadikanlah ia sebagai musuh.” (Fathir:
6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar